dc.description.abstract | Limbah farmasi telah menjadi kekhawatiran global karena merupakan salah satu penyebab
pencemaran lingkungan. Pembuangan limbah obat rusak dan kadaluarsa masih menjadi
masalah dilematis pada sarana pelayanan farmasi komunitas dimana obat harus dimusnahkan
secara mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik obat rusak dan
kadaluarsa dari segi jenis obat, bentuk sediaan, dan penyebab serta gambaran pelaksanaan
pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi deskriptif dengan metode observatif dan wawancara terhadap 13 petugas di
apotek dan klinik wilayah Bandung Timur dan menggunakan metode sampling Krijcie
Morgan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar faskes menghasilkan obat keras
dengan total jumlah rata-rata (item) 4,1. Karakteristik berdasarkan jenis sediaan padat yang
dihasilkan apotek dan klinik rata-rata 41,9 g. Sedangkan jenis sedian cair >10 ml dengan total
jumlah rata-rata 419,2 ml. Terdapat 9 sarana faskes belum diketahui pasti penyebab obat
rusaknya. Kemudian terdapat 8 sarana faskes menemukan obat kadaluarsa disebabkan karena
tidak laku. Frekuensi pemusnahan sebagian besar dilakukan setiap 3 bulan sekali (53,8%).
Sebanyak 4 faskes melakukan pemusnahan dengan cara dibakar dan dibuang kesaluran air
(30,8%). Alur pengelolaan limbah obat di apotek yaitu dari pemisahan, penyimpanan sampai
dengan pemusnahan. Sedangkan di klinik hanya terdiri dari penyimpanan dan pemusnahan. | en_US |